Jilbab Tahun Pertama | Jul 6, ’12 8:54 PM untuk semuanya |
Setahun pertama saya berjilbab ke sekolah.
Opini saya: wow.
Usia SD, saya masih pergi ke sekolah dengan rambut awut-awutan, tanpa disisir. SMP, memang sudah ada niat untuk menutupinya, tapi… ternyata niat itu tidak sebesar rasa malas saya. Memang terkadang selama SMP saya pergi ke beberapa tempat dengan menggunakan jilbab, tapi lebih sering tidak. Saya masih melenggang dengan rambut terbuka ke sekolah, warung, toko buku. Dan baru tahun ini, di SMK ini, saya mengenakan jilbab tiap keluar rumah, meski cuma ke warung depan.
Wow. Saya masih takjub. Bukan pada diri saya sendiri atau apa, tapi pada perintah berjilbab dalam Islam. Pada perintah yang dikhususkan pada perempuan dewasa.
Sewaktu SMP, saat saya memikirkan bagaimana nanti kalau saya berjilbab, saya membayangkan gerah dan rambut lepek, risih karena kepala ditutupi, dan akan dipandang orang-orang ‘berbeda’. Ya, ‘berbeda’. Karena persepsi umum: orang berjilbab itu baik. Kalau dia tidak baik, berarti… tanda tanya. Saya juga membayangkan hal-hal lain. Seperti komentar teman.
Tapi… akhirnya saya memakainya juga.
Nyaris setahun. Wow, ini menakjubkan. Memakai jilbab itu nyaman banget. Saya nggak nyangka rasanya senyaman ini. Saat SMP, saya berlatih mengenakan jilbab sepanjang Jumat, yang juga merupakan peraturan sekolah, tanpa mengeluh. Yah, hanya 8 jam dalam seminggu. Dan saya memang merasa nyaman, karena tidak ada rambut yang menjuntai mengganggu wajah. Tapi di samping itu, saya juga merasa gerah. Saya jadi berpikir, bagaimana nanti kalau saya benar-benar berjilbab? Akankah kegerahan sepanjang hari?
Ya ampun, ternyata nggak. Nggak sama sekali. Memang di hari-hari pertama saya merasa kurang nyaman, tapi saya pikir itu bukan gerah, melainkan rasa tidak betah dan tidak biasa. Justru sekarang jilbablah yang membuat saya tidak gerah. Kadang, di satu suasana teman-teman mengeluh kalau mereka gerah, kepanasan, pengap, atau apa, sedangkan saya merasa biasa aja.
Kenapa bisa begitu ya? Saya pikir karena rambut mereka kotor kena udara—lingkungan sekolah saya memang tidak berudara sejuk—atau kena panas matahari langsung, sedangkan rambut saya dilapis jilbab. Yah, mungkin.
Dan hal yang lain, saya merasa rambut saya semakin bagus sejak berjilbab. Bagaimana tidak? Tiap keluar rumah, saya melindungi rambut. Alih-alih gerah dan pengap, yang terjadi malah rambut saya tidak kena debu yang menyebabkan berminyak/kering, dan tidak kena matahari yang merusak warna asli rambut.
“Rambut gua juga bagusan semenjak gua pake kerudung. Gak rusak atau sejelek dulu.”
-Rifani, seorang sahabat, yang sama-sama baru berjilbab setahun terakhir ini
Selain itu, kecantikan. Saya sempat ragu dulu, apakah jilbab bisa membuat saya secantik yang sekarang? Tapi pertanyaan itu segera saya tepis. Ini bukan abad pertengahan. Orang menarik perhatian massa bukan dengan bagaimana rupa mereka, tapi apa yang ada di otak mereka. Kalau seluruh dunia menilai berbasiskan rupa, dunia ini nggak akan berkembang. Nggak akan ada elektronik rumah tangga yang efisien, observasi luar angkasa, dan sebagainya, karena orang-orang sibuk memperindah rupa. Lagipula kalaupun saya yang berjilbab tidak secantik saya yang mengurai rambut, apa masalahnya? Saya orang pelit, pun dalam hal kecantikan. Kecantikan saya—entah bernilai tinggi atau standar—hanya untuk dilihat orang-orang tertentu, bukan untuk setiap orang yang melihat saya. Lagipula, ternyata berjilbab nggak mengurangi kecantikan saya. Setidaknya begitu menurut saya.
Masih ada tambahan. Berjilbab membuat kepercayaan diri saya meningkat. Sewaktu SMP, tiap pagi saya bingung di depan cermin, melihat rambut yang sudah selesai disisir. Apakah model rambut saya aneh? Apakah bentuk poni saya tampak wajar? Apakah rambut yang sudah disisir pagi ini akan bertahan rapi sampai siang? Apakah saya berketombe, dan kalau iya, bagaimana kalau teman-teman saya tau?
Ah, pertanyaan-pertanyaan yang kini tak pernah terbisik lagi. Rambut sekarang ditutup. Dan juga, untuk apa pertanyaan-pertanyaan itu saya ajukan? Yang jelas, meski saya mengajukannya kepada diri saya sendiri, ternyata pertanyaan itu bukan untuk diri saya sendiri. pertanyaan itu untuk orang lain, orang-orang yang akan saya temui. Ya ampun, kenapa saya berpikir bagaimana mereka melihat penampilan saya? Seharusnya saya berpikir bagaimana mereka melihat sikap saya. Bahkan barang-barang jualan di pasar pun meningkatkan nilai gunanya, tidak hanya nilai tampil.
Lagipula, jilbab-jilbab ini juga tidak mahal. Kain paris tipis, satu meter persegi, itu sepuluh ribuan harganya. Kalau beli sekali 3 ada peluang ditawar 20 ribu. Tipis dan transparan memang, tapi saya mengikuti mode Rifani yang melipat jilbabnya dengan dua lembar parisvoille tipis, sehingga cukup tebal dan lebar. Saya punya beberapa lembar kain paris berbeda warna, dan yang paling saya suka adalah melapis yang warna putih dengan yang magenta.
Wow. Saya nggak menyangka bisa semenyenangkan ini. Tau begini, saya mungkin sudah memakainya dari dulu. Sayang sekali menit-menit yang dulu berlalu untuk mematut di cermin, resah soal gaya rambut. Sayang sekali dulu jam-jam pelajaran yang dilewati dengan tidak fokus, gara-gara kondisi rambut sedang jelek, berminyak atau berantakan.
Dan pengalaman ini belum genap setahun. Bagaimana di tahun-tahun ke depan? Wow. Masih banyak hari untuk menarik keuntungan, dan masih banyak lagi yang perlu saya syukuri.
Ini baru satu perintah agama, yang sangat banyak manfaatnya. Kalau menjalani perintah bisa menuai banyak manfaat, kenapa orang-orang sering mengabaikannya?
Ini baru satu perintah, yang sangat banyak manfaatnya. Berapa perintah lagi yang Allah serukan yang belum saya jalankan? Dan berapa banyak manfaat yang akan saya dapat ketika saya menjalaninya?
Maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?
j4uharry} berkata
🙂 Semangat semoga istiqomah dengan hijabnya ! Doa kan juga buat adek saya yg SMP, dia sudah saya suruh berhijab, kemarin di ultahnya minta jilbab robbani sebagai hadiahnya Aamiin, aamiin, terimakasih ya 🙂
Doa terkirim pada Yang Maha Mendengar ^^ semoga dia juga istiqomah, dan jilbabnya bawa berkah banyak. |
hapus balas
fightforfreedom menulis on Jul 7
Semoga istiqomah dg hijabnya dan sesuai syar’i.
|
fightforfreedom} berkata
Semoga istiqomah dg hijabnya dan sesuai syar’i. Aamiin 🙂
|
jaraway} berkata
kereen.. Aamiin buat doanya 🙂 Iyaaa, gak nyangka perintah agama soal berjilbab bisa berdampak seindah ini. Baru satu perintah, entah gimana dengan perintah-perintah lainnya kalau saya jalanin semua… Hidup makin sejahtera ^^
|
hapus balas
latansaide menulis on Jul 12
*twothumbsup
|
latansaide} berkata
*twothumbsup …dan 4 jempol buat Kak Tansa :p Kakak pasti jilbabnya lebih lebar dan rapat dibanding saya
|
hapus balas
latansaide menulis on Jul 12
missprita} berkata
…dan 4 jempol buat Kak Tansa :p Kakak pasti jilbabnya lebih lebar dan rapat dibanding saya perasaan sama kayak foto di HS kamu
|
kakcipa31} berkata
Aku pikir kamu emang sudah pake jilbab dari kecil, hehehe… Islam memang sangat sayang pada wanita, lho. Berjilbablah karena Allah.. 🙂 Iyaa makasiiih. Aku ingat-ingat nasehatmu ^^
|
Komentar kritik dihargai? Oke, deh.
“Tau begini, saya mungkin sudah memakainya dari dulu.” Kritik: jangan sesali yang sudah-sudah / menyesali takdir, yang penting sekarang sudah berusaha memakai jilbab dengan benar dan istiqamah. Jadikan itu pelajaran bagimu. Oke? |
kakcipa31} berkata
Komentar kritik dihargai? Oke, deh. Iya ya… yang nggak usah nyesalin, mending aku inget-inget biar jadi pelajaran, biar besok-besok gak nunda-nunda perintah… Makasih Syifa {}
|
hapus balas
nafazprint2002 menulis on Aug 10
ya tak baca dl ya 🙂
|
hapus balas
nafazprint2002 menulis on Aug 13
missprita} berkata
Silakan, silakan. Terimakasih udah mampiiir ^^ proses di edit ya 🙂
|
|
Dilihat 50 kali oleh 17 orang, terkini on Oct 26
namanya model rifani ya kalu pake lapis kain di kain paris..
jadi ada untungnya berjilbab, bikin rambut jadi indah dan ga gerah..
Hehe bagi saya sih gitu Mbak Tin, entah gimana bagi orang lain, pasti mereka juga punya manfaat sendiri-sendiri kan.
Makasih iya Mbak Tin udah mampir ke sini ^^