Lagi, pada kagum yang mengaliri nadi.
Seratus meter, arah tenggara
pada tiga perempat dasawarsa laluterbit dari sana,
bagiku, Matahari
Seratus meter, arah tenggara,
pada tiga perempat dasawarsa lalu
kutanam benih di sini,
untuk disinari, senantiasa
oleh Matahari
Seratus meter, arah tenggara,
pada tiga perempat dasawarsa lalu
kuarahkan diriku pada Matahari
menjadi kiblat, tanpa pernah berpaling
Seratus meter, arah tenggara.
sejak tiga perempat dasawarsa lalu
eksistensi Matahari tak pernah padam,
menerangi, menyinari, menghangatkan,
benih yang kutanam,
dan diriku sendiri.
Rojab 1434. RAB.
*nengak negok ke arah tenggara*
Makasih Om Guru udah mampir ke sini ^^
masih muda tulisannya baguuus
Kak Tansa jugaaa. Apa kabar FHUInya? Menyenangkankah jadi mahasiswa hukum Kak?
Haha… saya FEUI… mahasiswa ekonomi 😀
Kakak pindah jurusan??
Wow keren…. sembilan bulan terakhir ini saya kepengen lanjut FEUI.
Jurusan apa Kak?
emang dari awal itu… jurusan akuntansi
Soalnya Kakak waktu itu pernah ngepost di MP dengan judul FHUI. Ternyata di FE ya
iya, awalnya keterima FHUI… trus tes lagi dapat FE hehe
Foto matahari terbit?, wah bisa ikuran foto kontes garuda Indonesia tuh ;).
Bukan Kaaak, itu ngambil di internet hehe. Cuma pelengkap ilustrasi aja ^^
seratus meter ke tenggara itu jadinya kemana dan darimana ya Mbak? he he
Maksud saya seratus meter dari rumah saya Bunda, hehehe
tenggara masih ketemu kiblat?
Ini bukan kiblat solat Mbak Tin, kiblat yang lain lagi ehehe ^^
baguuus ^^
Bagus ka 🙂
Jadi lbh bersyukur atas nikmat yg diberikan..