Semakin Cantik Tiap Hari

Serial dialog semi-fiksi antara Prita Permatadinata dan bayangannya di cermin yang bisa menjelma menjadi individu sendiri, dan individu itu menamakan dirinya Pramita Pradani Atte; Mita. Di sini pertama kalinya Mita memunculkan diri di cermin Prita.

Aku membuka mata dan mengucap doa syukur atas pagi yang masih kudapatkan, lalu melihat jam. Wah, 03.50! Sekitar seperempat jam lebih pagi dari jam bangunku yang biasa. Aku duduk, menggosok mataku, dan menatap cermin di depanku, memeriksa kalau-kalau aaada bekas air liur tidur yang kelihatan jelas di pipi.

“Ya ampun, aku lebih cantik daripada kemarin!” gumamku sendiri, berkedip di depan cermin.

“Tidak,” sebuah suara menyanggah. “Jangan kepedean.” Suara itu berasal dari cerminku. Oh, pagi-pagi begini Mita muncul. Mita, makhluk yang hidup dalam cerminku, pantulan bayanganku yang bisa bergerak mandiri, kadang dia muncul saat aku bercermin, tapi lebih sering tidak.

“Ya ampun, ngapain kamu muncul pagi-pagi begini!” seruku kesal. Kebetuan kamarku jauh dari kamar anggota keluargaku yang lain, jadi mereka tidak akan menengar kalau aku bicara  dengan cermin sepagi ini

“Aku muncul untuk membenarkan kalimatmu,” jawab Mita dengan nada menyebalkan. “Kami tidak makin cantik hari ini Prit, malahan kau makin jelek. Jerawatmu nambah satu, tuh.”

“Memang,” sahutku. “Kantung mataku juga membesar, dan hidungku komedoan lebih parah dari kemarin. Tapi jangan lihat tampangku Mita, itu sih memang makin jelek. Lihatlah ekspresiku, sorot mataku.”

“Di matamu hanya ada pupil dan iris yang warnanya gelap, mata tanpa kelopak, dan bulu mata pendek. Eh… bulu matamu tidak rata, ada yang panjang dan pendek.”

“Ya, aku memang mengguntingnya sendiri dengan gunting kuku. Tidak pernah ada hasil guntinganku yang rapi.”

“Yah… hanya ada itu di matamu, Prita. Nggak ada apapun di matamu yang mengindikasikan kamu lebih cantik dari kemarin.” Makhluk cermin itu bicara sambil menggaruk hidungnya.

“Ya ampun, kubialang sorot mata, Mita. Aku makin cantik tiap hari, lihatlah sorot mataku. Bukan tampang. Kalau tampang sih aku juga tahu, jerawatan dan segala macam perniknya.”

“Masa sih? Kenapa kamu bisa beranggapan begitu?”

“Semangat, Mit. Semakin bersemangat seseorang kan, semakin dia percaya diri, maka dia juga kelihatan semakin cantik. Tiap pagi, aku bagiun dengan gelora semangat yang lebih daripada sebelumnya,” jelasku pendek. “Selain itu, karena makin hari aku semakin dalam mempelajari Multimedia di sekolah dan hal-hal yang kuminati lainnya. Pandji Pragiwaksono, seorang seniman, mengatakan kalau gairah seperti itu bisa membuatmu terlihat seksi, telihat menarik. Bagaimana seorang pesepak bola terlihat bodoh di ruang ujian, tapi bisa jadi begitu tampan di depan gawang? Bagaimana seorang pembatik tua terlihat bodoh menggunakan jemarinya di atas komputer tablet, tapi begitu cantik di depan kain batik dan canting-canting? Bagaimana seorang programmer terlihat bodoh di meja presentasi, tapi jadi keren sekali di depan laptopnya saat dia sedang mengutak-ngatik bahasa phyton atau java? Yah, bagaimana seseorang bisa terlihat memmesona saat dia sedang melakukan aktivitas yang ia cintai, itulah yang  membuat seseorang terlihat menarik, cantik, tampan, keren, seksi.” Aku menjelaskan sambil meregang-regangkan tanganku. Memang, secara fisik, cermin di depanku memberitahuku, aku teralu ceking untuk dibilang cantik.

“Benar jugas sih,” Mita berkata setelah beberapa saat. “Tumben kau waras,” komentar Mita. “Mungkin karena efek berteman denganku, jadi sedikit-sedikit ketidakwarasanmu terkikis.”

“Terserah,” ujarku cuek.  “Ngomong-ngomong, aku tidak suka kamu uncul pagi-pagi gini.”

“Aku muncul kapanpun kaubutuh, Prit. Nah, itulah gunanya seorang sahabat.”

“Ngomong-ngomong, aku dengan kesadaran penuhku tidak menganggapmu sahabat, Mit.”

Silakan lihat dialog Prita dengan Mita si makhluk cermin lainnya di sini!

Kasih tanggapan dong!

3 pemikiran pada “Semakin Cantik Tiap Hari”

%d blogger menyukai ini: