Memperkaya rakyat? Wow, apa yang akan pemerintah lakukan untuk memperkaya kita? Memurahkan BBM? Bagi-bagi BLT? Meningkatkan upah minimum para pekerja? Atau apa?
Bukan, bukan (atau setidaknya bukan itu yang akan saya bahas). Bukan pemerintah yang akan memperkaya kita. Lalu siapa? Tentu saja sesama rakyat, siapa lagi? Mau menunggu pemerintah memurahkan BBM? Mana mungkin, BBM itu kan SDA yang gak bisa diperbarui lagi. Apalagi bagi-bagi BLT. Menghabiskan APBN buat kebutuhan jangka pendek yang tidak banyak membantu ekonomi makro, gitu? Tentu saja tidak. Termasuk juga meningkatkan UMR. Wah, bisa-bisa para pengusaha gulung tikar dan para investor kabur. Jangan dong, pemerintah malah lagi mencoba mendongkrak jumlah wirausahawan kan. Maka, karena mengharapkan tindakan pemerintah itu terlalu susah, saya pengen ngajak Kakak-Kakak WP berharap pada rakyatnya sendiri–sesama kita.
Apa yang bisa kita–rakyat–lakukan untuk memperkaya sesama kita?
Saling bantu, tentu saja! Dan karena kita mau memperkaya, maka bantuannya itu secara materi dan finansial. Kita memang nggak bisa saling memberi materi atau uang dalam harga yang besar, maka kita saling memberi dalam bentuk perilaku aja, seperti transaksi.
Saya dulu terbiasa jajan atau belanja di minimarket dekat rumah. Atau, kalau sedang pulang sekolah atau di jalan, saja juga sering mencari minimarket untuk jajan. Daaan sejak beberapa bulan lalu, saya mencoba ngubah kebiasaan saya–nyari warung kecil kalo mau jajan alih-alih minimarket.
Memang tidak senyaman jajan di minimarket. Bahkan kadang harganya lebih mahal. Memang ruangnya terlalu sempit dan padat, dibanding ruangan minimarket yang sejuk dan lapang. Apalagi kalau penjaga warungnya menyebalkan, warung kecil makin gak nyaman, haha. Tapi, apapun itu, sedikit banyak akan memperkaya rakyat.
Bagaimana bisa?
Memang dampak yang ditimbulkan bukan dampak yang kita rasakan secara langsung. Meski begitu, secara perlahan, dampak itu memiliki intensitas yang besar buat kestabilan ekonomi kita.
Misalnya, pertama. Meratakan pertumbuhan ekonomi antara usaha makro dan mikro. Kalau kita melulu belanja di swalayan, yang pemiliknya notabene adalah para pengusaha makro (Carrefour, Giant, Alfa, dan lainnya), mereka akan semakin kaya, kaya, dan kaya. Itu adalah masalah, sama sekali masalah; aktivitas semacam itu akan membuat warung-warung kecil semakin jatuh, jatuh, dan jatuh.
Dengan berbelanja di pasar atau warung kecil alih-alih di swalayan, pelan-pelan, neracanya akan seimbang–antara rakyat dan kapitalis. Jurang kesenjangan antara rakyat dan kapitalis akan menyempit; ekonomi stabil.
Ya, pelan-pelan daya beli masyarakat akan meningkat. Otomatis tingkat kesejahteraan penduduk juga naik. Memang, dampak itu nggak akan terasa dengan instan, bahkan mungkin nyaris tak terasa. Tapi lebih baik bergerak pelan daripada tidak sama sekali kan.
Tapi… bukankah percuma kalau kita seorang pro-warung rakyat sementara ratusan juta orang lain berbondong-bondong belanja di swalayan atau minimarket?
Tidak juga. Yah, mungkin terlihat percuma kalau dilihat dari kacamata makro, tapi tidak kalau dari kacamata mikro. Pergerakan kecil ini bisa bawa dampak positif buat individunya masing-masing. Misalnya, hubungan antara kita dengan si penjual atau dengan sesama pembeli lain.
Mari jadi rakyat yang memperkaya rakyat.
Titik beratnya beda ya Prit.. Kalau ini lbh ke mengembangkan ekonomi mikro.. Klo lepas dr supermarket kayaknya masih susah, yang aku usahakan adalah ke supermarket lokal, spt Naga dan Tip Top. Naga dan Tip Top punyanya orang Indonesia kan ya? Keuntungan di sana harganya lebih murah dan bisa nemu produk Indonesia yang langka-langka, hehe..
Selain belanja di pasar, belanja OL shop yang isinya produk Indonesia juga bisa, soalnya merek2 baru itu kan masih susah masuk Mal.. 🙂
Oh itu supermarket lokal Ka? Info baru buatku nih Ka. Iya bener Ka, toko online, tapi sebagian toko online masih jual barang impor… beberapa ada yang homemade, tapi ga banyak (menurut pengamatanku sih, ngomong-ngomong aku juga jarang liat-liat toko online, hehehe)
Makasih Ka Nita udah mampir dan komen! 😀
Yaa toko online yang jual produknya sendiri.. Lumayan ada bbrp, utk baju muslimah banyak bgt, utk sepatu ada up, popflats, trus utk tas ada ciciero, gotosovie, dll..
Jaman aku sma smpe kuliah awal brand lokal sempet ngetrend, produk distro gitu, tp gr2 byk masuk majalah impor mulai deh brand luar menyerbu kita..
Apalagi bentar lagi ada ASEAN Economic Community, barang impor makin nyerbu. Dan kalo produk lokal ga didukung pemerintah… ekonomi kita mati kutu :’
AFTA 2015.. Di otak lg pengen bikin postingannya.. Tp aku kan gak ngerti ttg ekonomi2an gini.. Haha..
Mari memeperkuat rakyat dengan belanja ke Pasar Rakyat.
Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, telah jelas menyebutkan itu. Saat ini, rakyat memang tidak berdaulat di atas sumber daya alam yang ada. Banyaknya Mafia, serta regulasi yang di bawah konstitusi, tidak berpihak kepada kita, rakyat kecil.
saya sepakat dengan Ide itu. Dan, sedari dulu, saya seperti itu, (kecuali beli buku di mall).
Namun, satu hal, kita juta harus membantu rakyat agar bisa berdaulat di atas tanahnya sendiri.
Bravo!
Makasih komennya Kak Fhay.
Iya setuju Kak. Wah saya sendiri belum bisa lepas sepenuhnya dari kebiasaan belanja di tempat kapitalis (minimarket atau mall), sampai sekarang masih diusahakan.
Semoga kita dan rakyat lainnya bisa terus komitmen memperkaya satu sama lain!
Ya, sama-sama, Prita.
Pemimpin Jakarta sekarang hebat, sebab, moratorium Mall di sana. Dan, memprioritaskan pasar tradisional. Di daerah saya, lagi gencar-gencarnya membangun Mall. Parah kan? hehehehe
Setujuuuuuu! ah jadi inget warung Ibuk di Surabaya.. 😀