Yth. Bapak/Ibu Pembayar Pajak
di penjuru mana pun Anda berdomisili
Salam sejahtera.
Saya mau ngucapin terima kasih banyak-banyak pada Bapak/Ibu. Sebelumnya, saya perkenalkan diri dulu ya. Saya Prita, mahasiswa yang baru 2 semester di sebuah universitas negri. Sebelum ini, saya sekolah di SMK negri, sebelumnya di SMP negri, sebelumnya lagi di SD negri. Begitu pula kedua adik saya.
Awalnya, orang tua kami memasukkan kami ke satu SD negri karena SD itulah yang paling dekat rumah. Kemudian, kami bertiga selalu melanjutkan ke sekolah negri. Biaya operasional sekolah (kadang sebagian besar, kadang seluruhnya), tidak perlu ditanggung orang tua kami. Orang tua cukup membelikan kami seragam dan alat tulis, karena biaya kegiatan, buku teks, praktikum, dan segala macam, ditanggung Pemprov (BOP) dan kemdikbud (BOS). Itu jadi alasan kami untuk melanjutkan ke sekolah negri selepas lulus. Tujuannya, supaya ‘hutang’ kami ke orang tua tidak banyak-banyak amat dibandingkan biaya yang mereka keluarkan jika kami sekolah di swasta. Kalau dihitung-hitung, biaya pendidikan yang orang tua saya habiskan selama 13 tahun saya di bangku sekolah negri nggak sampai harga ongkos naik haji.
Kemudian, saya sadar. Hutang saya mungkin tidak banyak-banyak amat pada orang tua, tapi pada pajak, pada para pembayar pajak, ya Tuhan, banyak sekali.
Beberapa tahun lalu, saya menemukan pasal di salah satu produk hukum (lupa tepatnya), yang menyatakan bahwa Pemprov menganggarkan ratusan ribu per bulannya untuk biaya pendidikan tiap siswa di SMA/SMK negri/swasta di Jakarta. Ratusan ribu per bulan! Itu baru biaya untuk tiap siswa. Untuk tiap sekolah, ada lagi biaya yang dianggarkan. Begitu pula universitas tempat saya kuliah, uang pangkal dan dana pelengkap pendidikan kami dibayarkan Pemerintah. Untuk biaya semester, orang tua saya membayar sebagian, sementara sebagian lainnya, lagi-lagi dibayarkan negara.
Saya yakin, pajak negara sudah membiayai saya berkali-kali lipat dari yang dana yang orang tua saya kucurkan untuk pendidikan saya. Tapi karena memang tidak (cukup peka untuk) merasa dibiayai besar, saya jadi tidak menghargai apa yang saya dapat; jam belajar, buku-buku, sarana, dan segala macamnya. Saya tidur di kelas, mengabaikan tugas, mengumpat guru, bolos pelajaran, mengerjakan ujian sekenanya, ya Tuhan, saya banyak menyia-nyiakan sementara Anda masih membiayai sekolah saya hingga detik ini.
Karena itu, saya minta maaf. Saya, sebagai pelajar (atau lebih tepatnya, mahasiswa), belum cukup banyak berkontribusi untuk masyarakat. Dan masih sering mengerjakan tugas di jam terakhir, datang terlambat, dan mengeluh. Orientasi saya agaknya masih mengusahakan diri sendiri agar dapat predikat kinclong untuk dipajang di ijasah, sehingga bisa melamar kerja yang bergaji tinggi lalu bisa hidup sejahtera, punya rumah dan pergi ke pusat perbelanjaan di akhir pekan untuk memanjakan diri. Belum sampai untuk benar-benar berkarya, atau turut kontribusi terhadap sekitar, atau melakukan kegiatan relawan, atau membuat kampanye beli barang lokal, atau hal-hal membangun seperti itu. Saya mohon maaf.
Oh iya, terima kasih banyak ya Bapak/Ibu. Semoga Tuhan selalu memberkahi Anda. Kalau ada pesan, nasehat, guyonan, atau apapun, yang mau disampaikan, tulis aja di kotak komentar. Siapa tahu, bisa makin-makin menyadarkan saya.
Dengan permohonan maaf dan terima kasih,
Prita
Pengangguran
(karena menjadi mahasiswa bukan pekerjaan)
——————————-
Dibuat di luar kontroversi abadi tentang pajak dan pengelolaannya.
smg pajak dinegeri ini bnr2 kembali ke rakyat………….
Whuaa..aku juga jebolan Sekolah negeri dari SD hingga kuliah. Iya ya.. ngak nyadar (tahu sih..tapi nggak nyadar juga) kalau sebagian besar biaya sekolahku dibayarin oleh pembayar pajak. ooh..tapi sekarang setelah bekerja dan punya penghasilan, aku taat bayar pajak kok Prit…
*tertampar keras
Karena mahasiswa juga?
yang masih berusaha menjadi mahasiswa sebenarnya
Iya, mencoba berusaha menggunakannya dengan bijak
InsyaAllah nanti kami pembayar pajak akan merasakan manfaat membiayai anak didik seperti Mbak Prita. 🙂
Aamiin, Mas Dani! Semoga kami yang dibiayai pajak bisa berbagi banyak manfaat.
tulisan yg inspiratif…semoga ke depannya Indonesia semakin lebih baik karena muda-mudinya paham tentang pajak.
Semoga, aamiin!
Kalau begitu, saya ngutang juga :’
Hmmm gimana ya cara bayarnya…? Saya sendiri kesulitan disiplin sekolah dan maksimalin potensi. Intinya sih kesulitan menghilangkan rasa malas.
Kita samaan banget brati, Ta. Susah banget memang ngilangin rasa males -_-
Ayo bayar pajak, nanti klo prita udah kerja jangan lupa bayar pajak..
Wah, harus! Setidaknya sebagai balas budi udah belasan tahun disekolahkan dengan biaya pajak. Yah, meski ga semua pajak yang rakyat bayar agak ‘bocor-bocor’ di beberapa tempat
Semoga idealis nya masih terjaga sampai bergabung dan ikut membangun negeri bersama.
Aamiin idealis dan membangun negrinya!