Untuk Dipatri Kuat-kuat

Pemberian, entah yang keberapa kalinya: sebuah buku, kali ini dilampirkan surat yang ditulis tangan. Betapa aku suka lekuk tiap hurufnya! Aku membacanya berkali-kali: dua puluh empat poin pesan (atau nasehat, bisakah aku menganggapnya begitu?) tentang beragam hal, dan satu baris ini terasa lebih bernyawa dibanding yang lainnya.

Promise me, you will be more religious and leave everything to God. Do not deny Him.

Sebelumnya, aku ingat: ia mengatakannya beberapa kali. Di beberapa pesan WhatsApp dan di beberapa obrolan kami.

Salah satunya:

“Mau lihat bukunya,” aku menatap lapar ke buku yang ia pegang.

Ia menarik buku itu menjauh dari jangkauanku. “Tapi janji dulu, jangan jadi makin ragu terhadap Tuhan, ya?”

Rasanya, aku ingin segera bilang iya, sekadar untuk melegitimasi bahwa aku memenuhi syaratnya untuk mendapatkan buku itu, tapi aku tau: menyatakan iya bukan hal yang pasti kupenuhi. Aku lupa bagaimana persisnya percakapan kami berlangsung setelah itu, tapi yang jelas, aku tetap tidak kuasa mengiyakan. Beberapa menit setelahnya, ia memasukkan buku itu ke ranselku.

“Ini, kumasukkan ke tas, ya.”

“Oke. Terima kasih banget ya.”

Aku tidak tahu kalau ia juga menyelipkan surat di buku itu, hingga beberapa jam setelahnya saat aku buka buku itu. Dan baru beberapa jam setelahnya lagi sempat membaca surat, surat dengan dua puluh empat poin, beberapa di antaranya nasehat dan saran, beberapa lainnya harapan dan doa, beberapa lainnya mengingatkan akan hal-hal yang harus kukerjakan. Dan satu baris ini, lebih bernyawa dari yang lainnya.

Promise me, you will be more religious and leave everything to God. Do not deny Him.

Aku tidak bisa janji, tapi di hari-hari ini, kalimat itu dipatri kuat-kuat. Terima kasih, Lim. Sepenuhku, terima kasih.

Kasih tanggapan dong!