
Tetangga adalah saudara paling dekat, kata Nabi.
Ya, sekaligus paling nyebelin, paling ngerepotin, paling mengganggu. Oh iya, paling bikin kangen juga.
Di tengah warga Jakarta yang selalu sibuk dan kerap mendekam di pagar rumah yang ditinggikan, aku masih punya mereka: tetangga yang bersedia duduk bersama barang sepotong dua potong cerita di malam minggu, yang tahu-tahu datang ramai-ramai di malam ulang tahun (kenapa mereka bisa ingat?) bawa kue, kado, dan wajah sumringah—meski habis melalui hari yang melelahkan.
Tuhan, terima kasih: ada mereka yang pintu rumahnya terbuka 24/7 untukku.
Maret selalu jadi bulan dimana Semesta meluapkan aneka warna di hari-hari. Tahun ini aku ingin merayakan Maret dengan maraton menulis syukur, satu post tiap hari.
Satu pemikiran pada “Maret 6: Tetangga”