Gagal Menjadi Teman

Gagal Menjadi Teman

Suatu hari, seorang kawan bercerita padaku mengenai keadaannya.

“Aku merasa kerontang,” ungkapnya. “Aku harus segera mencari air. Mungkin besok aku akan mencari sungai.”

Mendengarnya, aku merasa sungai bukan tujuan yang tepat. Kubilang padanya untuk tidak perlu pergi. Di sini saja, menunggu hujan. Tidak perlu berlelah-lelah mengayun kaki mencari sungai, sebab belum tentu juga ia akan menemukan. Lebih aman di sini saja, menunggu hujan turun, mengantarkan air yang ia perlukan.

desain prita

“Terima kasih sarannya,” katanya.

Beberapa hari kemudian, ia menemuiku, lagi-lagi bercerita mengenai keadaannya.

“Prita, hari ini aku sudah tidak kerontang. Kemarin aku keluar mencari air. Dan ketemu. Tidak cuma sungai, ternyata, agak ke timur sana aku menemukan danau besar! Aku sudah tidak kerontang!”

Aku menyampaikan sukacita akan keadaannya. Kemudian meminta maaf, karena sebelumnya aku memberi saran yang buruk. Saran yang penuh keraguan akan kemampuannya dan bernada pesimis.

“Aku bersyukur kamu tidak melakukan apa yang kurasarankan,” begitu aku berkata padanya. “Kalau kau masih duduk di sini menunggu hujan kau hanya akan membiarkan dirimu makin kerontang, dan kau tidak akan menemukan danau di timur.”

Aku benci diriku karena sudah meragukan kawanku sendiri, dan di saat yang sama aku bersyukur karena ia tidak melakukan apa yang kusarankan.

Prita, kurasa kamu gagal menjadi teman. 

Kasih tanggapan dong!