![]() |
Ini Bukan Lagi Sekedar Keinginan | May 17, ’11 9:22 AM untuk semuanya |
“Temenin gua ke Lina yok,” pintaku pada Nia.
“Ngapain?”
“Nanya tentang tes masuk 48.”
“Ayo.”
Kami bergandengan menyusuri koridor lantai dasar, mencari Lina. Gadis itu sudah mendaftarkan diri di SMKN 48–tujuanku–dan menjalani tes masuknya minggu lalu. Tapi tiba-tiba aku melihat Andi.
“Eh, Nia, itu ada Andi,” aku menunjuk remaja kurus yang sedang duduk di depan ruang OSIS, “Kesitu dulu yuk, dia masih punya utang ama gua.”
Nia mengiyakan. Kami berjalan ke arah Andi.
“Eh, Ndi, lu masih punya utang tau ama gua,” aku membuka pembicaraan, “Seribu, yang kemaren buat fotokopi soal.” Seribu itu kan berharga. Apalagi buat pelajar ‘kanker’ sepertiku. Lumayan untuk mengenyangkan perut dengan satu pastelnya Mama Sandra.
“Oh iya, gua lupa, maap ya,” dia merogoh kantong dan mencari lembaran seribuan. Dan aku teringat kalau dia juga mendaftarkan diri di SMKN 48. Terlebih, di jurusan yang kuminati; multimedia. Beda dengan Lina yang memilih akuntansi.
“Eh, Ndi, lu kemaren tes di 48nya gimana? Susah nggak?” tanyaku.
“Emang kenapa?” dia balik bertanya.
“Gua juga mau daftar, tapi ikut tahap 2,” jawabku enteng.
Tapi Andi menatapku setengah prihatin.
“Kenapa sih?” tanyaku cepat.
“Katanya nggak ada tahap 2, Prit,” infonya sedih, “Gua dikasih tau sama orang 48nya. Nggak ada tahap 2, soalnya semua bangku udah penuh sama anak-anak tahap 1.”
Suara Andi seakan bergema.
Nggak ada tahap 2, Prit.
Nggak ada. Jadi, kesimpulannya…
“Jadi gua udah nggak bisa masuk SMK lagi dong…? Gua harus SMA…” gumamku putus asa. Sebenarnya mungkin bisa aku mendaftar di SMK lain selain SMKN 48, tapi hal itu tak pernah ada di pikiranku. SMKN 48 adalah yang terdekat dan cukup berkualitas, lagipula mereka menyediakan jurusan yang benar-benar asyik: Multimedia.
“Yaa mau gimana lagi,” seseorang berkata, aku lupa apa dia Andi yang menatapku berempati ataukah Nia yang menggenggam tanganku.
Aku merasakan luapan kecewa dan putus asa mengetahui fakta ini; bahwa tak ada lagi peluang masuk SMKN 48. Tak ada lagi!
Lalu, Andi berbalik pergi dan aku melihat Lina melambai padaku, tersenyum dengan riang–seperti biasa. Aku balas tersenyum lemah padanya. Dia berseru, mengatakan sesuatu, aku tak tau apa yang dikatakannya dan untuk siapa ia mengatakannya; aku ataukah Nia.
Aku tak bisa lagi mengingat detail kejadian setelah itu. Aku ingat kelebat-kelebat samar tentang Lina yang mengobrol sebentar dengan kami; lalu aku dan Nia mencari seseorang di depan sekolah yang katanya tau jelas tentang peluangku masuk 48; aku bertanya pada semua orang apakah ada yang melihatnya–aku tak bisa mengingat lagi siapa yang kucari itu; mendiskusikan sesuatu dengan Nia dengan terburu-buru; mencari angkot untuk ke 48…
Semua itu terjadi sebelum aku terbangun.
Aku membuka mata dan menyadari kalau azan subuh sudah berlalu sekitar setengah jam yang lalu, dan agak menyesal karena tidak bangun sepagi biasanya. Sebelum berjalan keluar kamar, aku memikirkan mimpiku. Seperti mimpi pada umumnya, mimpiku berantakan, absurd, dan banyak bagian yang tak bisa diingat lagi.
Banyak bagian yang tak bisa diingat. Aku tak bisa ingat apa yang Lina katakan pada kami. Aku tak bisa mengingat siapa yang kutanyakan keberadaannya pada semua orang di depan sekolah. Aku tak bisa mengingat apa yang kudiskusikan dengan buru-buru dengan Nia. Aku tak bisa mengingat banyak, tapi aku mengingat satu bagian dengan sangat jelas.
“Nggak ada tahap 2, Prit.”
Ya. Aku ingat dengan jelas. Bukan kata-katanya, tapi luapan kecewa itu. Luapan kecewa yang tercampur dengan percikan putus asa dan rasa terjatuh itulah yang kuingat dengan baik, saat menyadari kalau tak ada peluang lagi untuk aku menjadi siswi 48.
Dan, aku terkejut. Terkejut atas rasa kecewaku yang terlalu besar saat itu; yang takkan terpikirkan olehku sebelumnya. Aku terdiam dan berpikir. Detik itu, aku menyadari betapa besarnya keinginanku masuk 48. Bukan, bukan keinginan. Sekarang sudah menjadi obsesi.
Allah, tuntun aku memilih yang terbaik, untuk hari ini dan selamanya; untuk kami dan dunia.
Aamiin.
yang sekarang beralih-fungsi menjadi buku coretan dan diari.
Dilihat 1 kali oleh 1 orang, terkini on Jul 19, ’11