Menulis Bukan Hanya… – Dari Jurnal Multiply

Blog Entri Menulis Bukan Sekedar Observasi, tapi Juga Apresiasi Aug 30, ’12 8:23 AM
untuk semuanya
Orang-orang bilang, mereka menulis untuk mengapresiasikan ide dan perasaan mereka. Memang bener, saya juga beranggapan kayak gitu. Tapi beberapa bulan terakhir ini, saya mulai sadar, kalo selama ini saya nulis gak cuma untuk apresiasi ide dan perasaan… tapi juga untuk mengobservasi ide dan perasaan.

Wow. Saya baru nyadar setelah satu dasawarsa belajar nulis (setengahnya juga sambil belajar mengapresiasikan ide dan perasaan). Menulis juga observasi…

Terkadang saya punya ide untuk nulis cerpen. Udah bikin kerangkanya, dan udah kebayang apa aja yang mau ditulis dan gimana kira-kira bentuknya ketika udah jadi. Lalu saya apresiasi, saya coba tulis cerpen itu. Dan kadang, ide yang muncul saat proses menulis itu lebih ‘wah’ dibanding yang udah saya tulis di kerangka. Jadinya saya banting setir mengkhianati kerangka, dan menulis yang baru. Atau, kalau saya masih terpaku sama kerangka yang udah saya susun, kadang saya juga menemukan kutipan-kutipan yang menurut saya bagus, muncul tiba-tiba di benak saya, di dialog tokoh yang sedang saya tulis.

Media yang paling aktif saya tulisi, maaf, maksudnya saya coreti, adalah diari. Bukan hanya tulisan, tapi juga dengan gambar, tabel, grafik, diagram, skema, kurva, komik, dan apapun yang ingin saya apresiasikan. Nyaris tiap hari saya menulis, dengan panjang dan kualitas tulisan yang beda-beda. Nulis, buat apresiasi hal yang menarik bagi saya. Kadang ada minggu-minggu tanpa hal menarik untuk ditulis. Berminggu-minggu nggak nyentuh diari. Mengikuti kata seorang penulis, “Aku menulis bukan karena menulis itu begitu menyenangkan, tapi aku menulis karena tidak menulis itu begitu menyakitkan. (Shandy Tan)”

Jadi saya memaksakan diri menulis meskipun nggak ada hal yang saya rasa menarik untuk ditulis. Tapi nulis paksaan ini malah munculin ide-ide baru… Mungkin emang kalimat pertama saya hanya standar, tapi dari kalimat standar itu, tiba-tiba di benak saya muncul beberapa ide yang siap di tulis.

Kayak tiga tahun lalu, saya masih ingat saat saya nulis cerpen ini di buku diari. Saya pengen nulis cerpen, tapi gak punya ide. Bingung mau nulis dengan tema apa dan plot bagaimana. Tapi saya paksakan menulis paragraf pertama:

Pena dan kertas itu masih diam, menunggu Fira menyentuh mereka. Tapi Fira malah diam memandang kosong ke arah jendela yang tengah terbuka yang tirainya melambai dipermainkan angin. Ia melihat arakan awan kelabu. Perlahan, sudut bibirnya naik. Wajahnya dihiasi ekspresi puas. Lalu, akhirnya ia meraih pena dan mulai menulis di kertas surat bermotif dedaunan musim gugur dengan gambar seorang ibu berkerudung merangkul anaknya yang setinggi bahu ibu itu, menghadap belakang.

Saat nulis kalimat pertama, itu beneran ngasal. Nggak punya ide apapun tentang tema dan plot. Makanya saya ambil kalimat standar, kayak yang pernah saya baca di beberapa cerpen lain: Pena dan kertas itu masih diam, menunggu Fira menyentuh mereka. Setelah itu, saya berpikir. Apa alasan Fira gak nyentuh pulpen dan kertas itu? Dan ada beberapa pilhan:1. Fira membenci menulis apa yang harus ia tulis (misalnya tugas sekolah). 2. Fira ragu ia harus menulis atau tidak (misalnya kartu ucapan untuk teman yang membencinya). 3. Fira bingung apa yang harus ia tulis (misalnya cerpen yang ingin ia kirim ke redaksi majalah anak).

Dari sana, saya mengambil pilihan ketiga: Fira bingung apa yang harus ia tulis. Setelah milih gitu, langsung plotnya mengalir di kepala saya: Fira mau nyuratin ibunya (kan biasanya orang bingung gimana cara komunikasi yang baik untuk orangtua. Cocok di sini dengan Fira yang kebingungan nulis surat buat ibunya), setelah itu saya buat narasi gimana Fira merenung, yang standar-standar aja. Karena latarnya di kamar, benda yang paling familiar saya ambil: jendela. Setelah dari jendela itu saya tulis apa yang Fira lihat, lalu… baca aja kelanjutannya 😀

Menulis itu apresiasi, juga observasi. Jadi apapun kondisi ide–melimpah atau krisis–saya terus menulis.

Semoga setiap tulisan bisa berguna banyak. Aamiin. 🙂

ditaadityaputri
ditaadityaputri menulis on Aug 30
Iya sy setuju menulis itu apresiasi n observasi. Biasanya penulis lebih perhatian dg keadaan d sekitarnya artinya dia observasi jg. Semangat y dan lanjutkan karyanya 🙂

missprita
missprita menulis on Aug 30
Iya, makasih komentarnya ya Kak 🙂 saya bakal terus lanjut. Kakak juga yaaa ^^

lailatulqadr
lailatulqadr menulis on Aug 30
Selamat menulis

missprita
missprita menulis on Sep 2

Selamat menulis

Iyaaa, Kakak juga selamat nulis ^^

ditaadityaputri
ditaadityaputri menulis on Aug 30
Siip. Insya Allah sy juga, tp bingung mo nulis apa y hehe 😀

missprita
missprita menulis on Sep 2

Siip. Insya Allah sy juga, tp bingung mo nulis apa y hehe 😀

Haha, coba aja cari inspirasi dengan blogwalking, biasanya setelah gitu saya sering dapet ide…

speedstars
speedstars menulis on Sep 2
menulis itu jg kan tumpahan ‘isi’ otak. biar otak kembali refresh. gk kepenuhan~ xD

missprita
missprita menulis on Sep 2
speedstars} berkata

menulis itu jg kan tumpahan ‘isi’ otak. biar otak kembali refresh. gk kepenuhan~ xD

Iya, betuuul (y) biar masih banyak memori kosongnya *berasa harddisk*

ditaadityaputri
ditaadityaputri menulis on Sep 2
boleh2, makasih de udah menginspirasi
 

 

 

 

 

Dilihat 19 kali oleh 8 orang, terkini on Nov 22

Kasih tanggapan dong!

4 pemikiran pada “Menulis Bukan Hanya… – Dari Jurnal Multiply”

    • Aamiin, ehehe, makasih. Gak tau nih mau nulis lagi apa nggak. Lebaran lalu aku janji sama Opaku buat persiapin buku baru, mungkin buku anak, tapi sampe sekarang belum ngapa-ngapain. Kamu gak bisa liat cerpen yang mana?

%d blogger menyukai ini: