Kunjungan Sepi ke…. – Dari Jurnal Multiply

Blog Entri Kunjungan sepi ke sekolah kehidupan Jun 23, ’09 1:24 PM
untuk semuanya
Jum’at, 18 Jumadil Akhir 1430, 11.45 siang.

Kami, aku, Lia (temen sekelasku yang satu SD), dan Putri (temen sekelasku lain SD). Pulang sekolah, seperti biasa, kami pulang lewat SDku. Hanya melewatinya, biasanya.

Tapi tak ada gunanya aku memposting tulisan ini jika kejadiannya cuma pulang sekolah biasa. Kali ini, aku tak hanya sekedar melewatinya, tapi memasukinya.

Pertama, aku yang mengajak. Kedua temanku langsung menyetujui, berhubung Lia dan aku sudah rindu pada nuansa SD 02, mungkin juga Putri penasaran apa itu SD 02, dan sekolahku yang sedang sepi. Jam segitu, kan, jamnya sholat Jum’at.

SD 02 sepi dan lengang. Hampir tak ada orang di sana, hanya ada beberapa anak SD 05–gedung sekolahku memang digunakan 2 sekolah, pagi digunakan 02, ketika tengah hari 02 sudah kosong masuklah SD 05–tapi tak masalah.

Kuhirup dalam-dalam hawa khas 02.
Kami, sambil mengobrol, mengitari lingkungan 02 yang sebenarnya tak terlalu besar. Ukurannya hanya setengah dari SMPku.

Lapangan basketnya sekarang tampak lebih luas. Ada lapangan volley baru di halaman tanah basah belakang, dekat kantinnya Mbak Ani. Kantin Mbak Ani pun dipindah lagi agak ke belakang. Tanaman hijau dalam pot semakin banyak. Ah… semua perubahan setelah aku lulus itu tak asing lagi bagiku. Memang, selama ini, perubahan-perubahan tadi cuma kuketahui dari mulut adik-adikku yang bersekolah di 02, namun sekarang, perubahan itu ada di depan mataku.

Betapa banyak perubahan, tapi aku tak heran mengapa aku tak merasa asing disini (biasanya, kan, orang-orang merasa aneh jika tempat yang ditinggalkannya–padahal dulu ia kenal sekali dgn tempat itu–berubah drastis), aku tahu kenapa. Karena, disinilah aku belajar banyak. TAk hanya belajar IPA atau IPS atau Matematika, tapi aku benar-benar belajar lebih. Sekolah ini mengajarkanku tentang kasih sayang, berbagi, sedih, matah, senang, permainan, persahabatan, permusuhan, dan lainnya, ribuan juta lainnya. Termasuk mengenal bermacam-macam mozaik kehidupan, karena sekolah ini memiliki belasan guru dan ratusan murid yang berlatar belakang berbeda.

Melihat sepinya kelas 6A, aku masuk kedalam, walau sedikit tidak sopan (ingat? Siang hari sekolah ini digunakan SD 05).

Bangku-bangku plastik bercampur bangku kayu tak rapi menghias ruangan itu. Berbeda dengan dulu, bangkunya kayu semua. Tidak sesangat berantakan ini. Berantakan yang mengingatkanku setahun lalu, bagaimana aku pagi-pagi sekali datang ke sekolah ini, ke kelas ini, bagaimana aku mengikuti pelajaran Pak Jum, memahami rumus Matematika beliau, menghapal letak-letak negara di peta–sekarang peta itu entah kemana, tak tergantung lagi di dinding belakang, bagaimana di kelas ini, aku menghabiskann sebagian besar waktuku bersekolah.

Walaupun banyak yang berubah–peta ASEAN tak lagi tergantung di dinding, campuran bangku kayu dan bangku plastik, meja guru yang digeser ke tengah kelas, bangku-bangku yang semakin tak beraturan–tapi masih banyak yang sama. Cat hijau dindingnya, potret garuda dan SBY-JKnya, papan tulisnya kapurnya, jam dindingnya, dinding kayu pembatas 6A dan 6B, pintu penghubungnya, lemari gurunya… semuanya…

Kami–aku dan Lia–saling mengenang kejadian tak terlupakan yang kami alami di ruang ini. Putri, menatap kami seolah iri pada keberuntungan kami–kami beruntung telah sekolah disini, karena ia melihat betapa bahagianya dan tak terlupakannya masa-masa sekolah di SD yang jika dibandingkan dengan SD Putri, Muhammadiyah yang mahal, SD negri gratis kami tak ada apa-apanya.

Di akhir siang, kami ke taman sekolah. Bercerita, mengobrol, curhat, semuanya disana. Hingga bangunan tercinta itu mulai penuh dengan anak-anak 05, baru kami pulang.

Di 02-lah hidupku, bukan di SMP 199

Dilihat 2 kali oleh 2 orang, terkini on Jun 28, ’09

Kasih tanggapan dong!