![]() |
Untuk Bunda (cerpen) | Nov 14, ’09 5:17 PM untuk semuanya |
Pena dan kertas itu masih diam, menunggu Fira menyentuh mereka. Tapi Fira malah diam memandang kosong ke arah jendela yang tengah terbuka yang tirainya melambai dipermainkan angin. Ia melihat arakan awan kelabu. Perlahan, sudut bibirnya naik. Wajahnya dihiasi ekspresi puas. Lalu, akhirnya ia meraih pena dan mulai menulis di kertas surat bermotif dedaunan musim gugur dengan gambar seorang ibu berkerudung merangkul anaknya yang setinggi bahu ibu itu, menghadap belakang.
satu hari saat Fira merindukan Bunda
Untuk Bunda Affirah,
Bunda Fira tersayang,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bunda
Bunda Sayang,
Sore ini Fira ngeliat awan. Persis kayak cerita Bunda, awan itu main lari-larian bareng angin. Tapi awannya lagi sedih, Bunda. Awannya sekarang kelabu, mungkin dia bukan main lari-larian sama angin, tapi dia menghindar dari angin.
Awannya sama kayak Fira dulu, Bunda. Awan menghindar dari angin yang biasanya dia jadikan teman bermain. Dua bulan lalu Fira pernah begitu. Fira menghindari Dara, Dara yang biasa Fira ajak jajan bareng, main lari-larian bareng, pulang bareng, saling bantu kalo ngerjain tugas… tapi enggak lagi, Bunda. Fira nggak suka lagi sama dia. Dia tuh sering nggak bawa buku cetak, kan nyebelin Bunda. Nah, karena Fira sebangku sama Dara, terpaksa deh Fira yang minjemin buku Fira… Mending kalo dipake satu berdua pas lagi pelajaran, tapi terkadang, Dara minjem buat dibawa pulang. Emang, sih, besoknya nggak ada pelajaran itu dan Dara kadang ngembaliinnya juga cepet, sore-sore dia udah dateng dan balikin buku.
Tapi tetep aja Fira nggak suka, Bunda! Dia tuh kayak nggak modal banget, buku cetak yang dia punya cuma Matematika sama PLBJ! Selain itu dia nggak punya.
Karena kekesalan Fira itu, Fira memutuskan untuk pindah tempat duduk. Bodo amatlah Dara mau sebel atau nggak sama Fira. Fira jadi sebangku sama Dela. Walaupun Fira udah nggak bisa main lari-larian sama Dara lagi… Ya, seperti awan menghindari angin, Bunda.
Tapi itu salah Dara, kan?
Dia nggak pernah bawa buku dengan alasan bahwa dia nggak punya. Katanya dia nggak mampu buat beli buku. Aduh… Dara nyebelin banget, ya, Bunda?
Tapi Fira akhirnya tau, ternyata Dara tuh bener-bener nggak mampu. Rumahnya hanya kontrak petak, tak berkamar. Beda sama Fira yang rumahnya rumah sendiri dengan dua kamar. Dan dia yatim, Bunda. Ibunya sakit dan udah tua… Dia anak terakhir. Kakak perempuannya kerja serabutan. Diapun pulang sekolah nggak main, tapi dia kerja, Bunda. Dia bikin kue-kue kering dan dititip di pasar.
Karena Fira kasihan, maka Fira menyisihkan sebagian uang jajan Fira buat kebutuhan Dara. Selain itu, daripada Fira main nggak jelas, Fira bantuin Dara bikin kue, Bunda. Sekalian belajar, gitu, hehehehe…
Fira terdiam. Kolom garis di kertas surat cokelat muda bermotif bunga dengan aroma seperti pandan itu sudah penuh ditulisi tulisan Fira yang agak besar. Ia pun mengambil kertas baru lagi dengan motif yang sama dan mulai menulis lagi.
Bunda sayang,
Fira sebentar lagi ulang tahun ke 11, Bunda. Fira udah bikin daftar biar hidup Fira lebih baik di tahun ke 11 ini, dan insya Allah bisa Fira jalanin. Seperti yang Bunda bilang, Fira janji sholat Fira nggak akan bolong-bolong lagi, mungkin cuma sesekali pas Fira lagi sakit (hehehe, sama aja, ya, Bunda? Padahal orang sakit, kan, masih wajib sholat… Fira akan usahakan tak pernah bolong sholatnya, Bunda!)
Dan Fira akan lebih rajin lagi berdo’a. Do’a untuk Bunda, Ayah, dan Kakak. Fira pingin Allah selalu sayang, selalu ngelindungin, selalu merawat Bunda, Ayah, dan Kakak.
Selain itu, Fira akan menggeser ranking Dela. Kemarin Dela rangking 3, sedangkan Fira cuma ranking 4. Fira harus bisa!
Selain itu, Fira sebenernya pingin banget bisa cepet ke Al-Qur’an. Kan malu, Bunda, masa’ Fira baru Iqro 6… Sedangkan teman-teman Fira udah pada Al-Qur’an, malah Dara udah pernah khatam.
Bunda bisa, kan, ajarin Fira lagi. Seperti dulu Bunda ngajarin Fira kalau ’alif’ itu yang kurus, ’ba’ itu yang pendek dan gentut, ’kho’ itu ibu-ibu gendut yang ada titik di kepalanya. Fira masih inget, kok, sama semua ajaran Bunda itu. Kalau Fira udah Al-Qur’an, Fira bakal lomba sama Ayah yang kemarin baru khatam dan sekarang baru juz 1. Fira akan cepat membalap Ayah. Do’ain Fira, ya, Bunda.
Selain itu, untuk ulang tahun Fira, Fira akan pecahin celengan ayam Fira yang udah hampir penuh setelah setahun. Iya, sih, Fira ngaku kalo Fira jarang nabung… Setengah dari isi celengan itu malah uang saku Fira sebulan ini, akhir-akhir ini Fira rajin nabung. Dan Fira udah bikin daftar belanja. Bukan daftar kayak Idul Fitri kemarin, Bunda, yang berisi barbie, rumah-rumahan, masak-masakan, CD-ROOM game terbaru, dan lainnya, mainan-mainan yang tak begitu penting. Tapi Fira akan belanjakan uang itu untuk buku. Sebagian buku cerita untuk Fira dan Kakak, sebagian lagi buku pelajaran untuk Dara. Dan kalau insya Allah bersisa, Fira akan masukin semua uang itu ke kotak amal mushola sekolah.
Rencana lain, Fira mau memanfaatkan koran bekas Ayah menjadi kado ulang tahun Kakak bulan depan. Fira mau ngolah koran-koran itu jadi bubur kertas, lalu akan Fira keringkan jadi kertas daur ulang, lalu setelah banyak, Fira kasih lubang-lubang dan Fira buat seperti kertas binder.
Selain itu, akan Fira gambarin sesuatu di setiap lembarnya. Kakak pasti seneng. Koleksi kertas bindernya, kan, sudah sangat banyak. Tiga bulan terakhir ini Kakak sudah membeli dua binder baru untuk koleksinya. Do’akan Kakak seneng, ya, Bunda.
Mungkin baru itu rencana-rencana Fira untuk usia ke-11 Fira ini. Do’akan biar bisa Fira jalanin dengan lancar, ya, Bunda.
Kolom untuk menulis di kertas itu memang cukup sedikit. Lagi-lagi kertas itu habis. Padahal, Fira sudah berusaha untuk mengecilkan tulisannya, mempersempit spasi, dan membuat beberapa singkatan—agar kertasnya tak terlalu cepat habis. Terpaksa Fira mengambil selembar lagi. Sisa kertas surat yang tinggal 5 lembar, biasanya membuat Fira sayang untuk menggunankannya.
Tapi ini untuk Bunda. Fira mau mengorbankan segala milik Fira untuk Bunda. Ketimbang kertas surat selembar saja, batinnya.
Tiba-tiba mata Fira tertuju pada barisan semut di dinding. Semut-semut itu, berbaris rapi membentuk kurva, dari satu titik menuju plafon. Ada dua barisan berlawanan, dengan jalur yang sama, seperti di jalan raya.
Ah, lagi-lagi Fira teringat Bunda. Ia kembali menulis.
Bunda sayang,
Di dinding kamar Fira sekarang, banyak semut berbaris, ada dua barisan berlawanan arah di satu jalur. Barisan pertama menuju plafon, dan barisan kedua, justru sebaliknya, datang dari plafon. Setiap mereka berpapasan, mereka berhenti sebentar.
Fira jadi ingat yang Bunda bilang, kalo tiap semut-semut itu papasan, artinya mereka salaman. Walaupun mereka sibuk… Mereka tetep salaman.
Fira mau coba jadi kayak kawanan semut itu, Bunda. Tiap ketemu orang—dikenal maupun tidak—Fira akan bilang, “Hai, Pak,“ atau, “Hai, Bu,“ dan kalau orangnya Fira tau dia muslim Fira akan bilang, “Assalamu’alaikum.“ Fira akan mencoba lebih ramah dari semut-semut itu, Bunda.
Do’akan cita-cita Fira itu terwujud, ya, Bunda.
Bunda sayang,
Sebenernya Fira kangen banget sama Bunda. Fira selalu mimpiin Bunda, selalu. Dan setiap kali Fira memandang, yang ada kata-kata Bunda. Seperti Fira memandang awan tadi, Fira teringat akan kata-kata Bunda tentang permainan kejar-kejaran awan dan angin. Bunda, Fira kangen banget… Sebab, Bunda itu orang terbaik yang pernah Fira kenal… Fira miliki… Fira kasihi…
Lagi-lagi—untuk ketiga kalinya—kertas yang Fira pakai hampir habis. Ia mendesah pelan. Berhubung tangannya juga mulai pegal, ia memutuskan untuk membuat penutup.
Bunda sayang,
Surat Fira untuk kali ini segini saja, ya, Bunda. Besok atau lusa Fira akan beli kertas surat yang baaanyak sekali, amat sangat banyak buat nyuratin Bunda. Kapan aja, dimana aja, sebanyak apapun. Kan, Fira punya tabungan…
Dah Bunda…
Fira sayang banget sama Bunda
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Shafira Syariffah
Fira meletakkan penanya. Memijit jari-jarinya, sambil matanya mencari-cari sesuatu di meja belajarnya. Begitu melihat staples di atas diari berwarna hijau, langsung ia ambil untuk men-staples ketiga lembar kertas itu. Ia mengambil sebuah amplop cokelat muda, yang wangi juga, dan menuliskan namanya di bagian belakang amplop, Shafira Syariffah, Cengkareng, Jakarta Selatan. Dan nama Bunda di bagian depan. Bunda Affirah, suatu tempat indah. Ia melangkah keluar kamar mengeposkan suratnya.
Langit mulai memerah ketika Fira meletakkan amplop itu diatas gundukan tanah dengan nisan bertuliskan, “Affirah, September 2007.“
nadamaulina menulis on Dec 24, ’09
hik, jadi bundanya udah meninggal ya? hiks….
|
|
Dilihat 11 kali oleh 8 orang, terkini on Jun 6, ’10