Menatap Penjual Ilmu – Dari Jurnal Multiply

Blog Entri Menatap penjual ilmu Nov 30, ’10 2:55 PM
untuk semuanya
hanya cuplikan kisah yang tak penting,
yang kepikiran tadi pagi,

Ruang BK semakin gerah. Aisyah masih diadili–atau tepatnya dipersalahkan. Memang tidak di fitnah, namun jelas sekali kalau Bu Theria menyalahkannya dalam setiap kalimat yang beliau ucapkan.

Aisyah benar-benar tak tau dimana letak kesalahannya. Dia hanya berkata kalau mereka bukanlah guru; mereka hanyalah penjual ilmu. Samasekali tidak salah mengingat nominal uang yang terlalu besar untuk selembar fotokopian ulangan. Atau tidak salah mengatakan mereka penjual ilmu kalau mereka mengusir dengan terang-terangan anak yang belum membayar uang sekolah, padahal mereka tau benar bagaimana latar belakang anak itu yang tak terlalu menjanjikan.

Jadi Aisyah disini, karena artikel yang sudah ditulisnya di mading. Dia memang bukan anggota mading, tapi setidaknya dia menyelipkan artikel itu secara legal; dia menitipkannya pada salah satu anggota mading. Dan ia hanya menulis tentang itu; betapa mereka penjual ilmu, dan beserta bukti kepenjualan-ilmu mereka.

“Saya tak mengerti apa yang membuatmu menuliskan artikel itu,” Bu Theria menatap Aisyah tajam. Tanpa takut, Aisyah menatap pupil Bu Theria yang kemerahan.

“Saya sudah katakan tadi. Saya menulisnya karena kebenaran, ketika saya merasa ada yang berjalan tak beres,” jawab Aisyah dingin. Matanya masih berkontak dengan mata kelabu Bu Theria. Bu Theria mengedip sebentar lalu mengalihkan pandangan. Aisyah menunduk, meremas jari-jarinya di atas rok biru.

“Saya mengerti kenapa kamu ingin berontak, saya merasa wajar karena pada umumnya, memberontaklah hobi para remaja.. Tak heran di usia jagungmu ini kamu memberontak atas apa yang tidak kamu sukai,”

“Tidak,” Aisyah bergumam pelan, cukup yakin Bu Theria mendengarnya jelas, meskipun ia sedang menunduk, kendati ruangan itu sepi sekali. Ia kembali menegakkan kepalanya. Berkontak mata dengan Bu Theria. Bersit kebencian terukir tiap kali ia menatap guru BK yang menyedihkan itu.

“Saya memberontak bukan karena saya tidak suka. Saya berontak karena ketidak adilan yang saya lihat.”

Kalimat itu bertenaga, bernada tegas, dengan suara dingin dan kaku. Tidak menyembunyikan perasaan hati Aisyah sama sekali. Aisyah segera melanjutkan kalimatnya sebelum Bu Theria sempat menyela.

“Saya juga berontak bukan karena saya remaja. Saya berontak karena saya seorang muslim. Seorang muslim harus meluruskan apa yang salah, kalau Anda tak pernah mengetahui tuntutan Rasulullah,” ia mengakhiri kalimatnya.

Selasa, 23 Dzulhijjah
siang sepulang dari
tempat menyedihkan

latansaide
latansaide menulis on Dec 24, ’10
yang sabar ya

missprita
missprita menulis on Dec 24, ’10
latansaide} berkata

yang sabar ya

?
sabar?

latansaide
latansaide menulis on Apr 23, ’11
missprita} berkata

?
sabar?

sabar sajalah
 

 

 

 

Dilihat 14 kali oleh 7 orang, terkini on Jun 10, ’11

Kasih tanggapan dong!

Satu pemikiran pada “Menatap Penjual Ilmu – Dari Jurnal Multiply”