Aku bukan anak sulung | Aug 25, ’11 9:19 PM untuk semuanya |
Aku sudah 15 tahun dan aku baru menyadarinya akhir-akhir ini.
Aku bukan anak sulung. Aku punya seorang kakak. Yang bodohnya, baru kusadari sekarang.
Ya, aku punya seorang kakak. Kakak perempuan. Bukan sekedar kakak yang dipajang di info facebook atau teman curhat, bukan. Tapi sungguh sungguh kakak. Yang memarahi ketika aku salah dan mendengar keluhanku. Yang mengajariku iqro dan mengantarku ke sekolah. Yang melihatku tumbuh dan mengetahui aib-aibku.
Sungguh seorang kakak, yang ironisnya, baru kusadari setelah lebih dari satu dasawarsa aku mengenalnya. Hebat.
Pada kebanyakan orang–aku termasuk diantaranya–rasa butuh dan kehilangan baru disadari setelah suatu hal pergi. Orang tidak merasa butuh kesehatan sebelum dia merasakan sakit. Orang tak merasa kehilangan kesempatan sebelum ia gagalΒ (perkecualian manusia pesimis). Begitu pula aku.
Aku dengan perempuan itu tak memiliki hubungan darah, suku, atau apapun. Tapi aku mengingatnya sebagai yang terbaik setelah Ibu. Aku ingat banyak hal tentang dirinya.
Perempuan itulah yang berkata padaku, “Di Islam nggak ada yang namanya pacaran sebelum nikah!” dan membuatku mempertahankan hidup dengan cukup baik (teringat beberapa teman yang berpacaran ‘terlalu jauh’) dengan memegang kuat prinsip itu.
Perempuan itu yang membawa kami–aku dan adik-adikku–ke kamar dan menutup pintunya, lalu mengajak kami bercerita atau menyanyi atau menggambar atau bersandiwara atau apapun ketika orangtua kami sedang berselisih, agar kami melupakan apa yang terjadi.
Perempuan itu yang kuceritakan tentang hari-hariku, rencana hidupku, keluhku, dan macam-macam yang tidak kuceritakan pada orang lain.
Perempuan itu yang menuntunku lulus Iqro’ dan melanjutkan ke Al-Qur’an.
Perempuan itu yang lebih rajin memainkan playerku di Insaniquarium Deluxe daripada playernya sendiri, hingga aku dapat banyak shell dan mampu mengupgrade akuarium virtualku.
Perempuan itu yang membuat kami bangun dari tidur siang karena wangi camilan sore yang dia buat untuk kami.
Perempuan itu yang mengajarkanku banyak dan yang membantuku membuka mata.
Dan kini dia telah pergi. Mungkin kami masih bisa berhubungan–ada telepon dan kantor pos, tapi tetap saja, aku tak pernah menulis surat untuknya atau semacam itu sebelumnya. Kami selalu berbicara secara langsung. Aku menulis di blog untuk banyak orang dan mengetik tweet ke banyak follower, tapi kepada perempuan itu–kakakku–aku bercerita dari wajah ke wajah, tidak menggunakan telepon atau surat atau apapun. Menggunakan media komunikasi jarak jauh seperti itu akan terasa amat beda. Saat berbicara dengannya, aku ekspresif, tertawa, dan cemberut; hal-hal yang tak mungkin tersampaikan di surat atau di telepon.
Aku baru merasa kehilangan setelah dia pergi. Tak ada lagi yang berulang kali tanpa lelah menyuruhku makan siang (sepuluh kali perintah dari jam satu hingga jam tiga, biasanya :p). Tak ada lagi tempat untuk bercerita dengan gamblang tentang rencana, keluhan, dan hari-hariku. Tak ada lagi…
Dan tiap kali mengingatnya, dadaku akan sesak dan mataku berair. Aku tak menyangka rasa kehilanganku sebesar ini. Masalahnya, mengingatnya adalah hal yang begitu mudah. Selama satu dasawarsa dia menemaniku tumbuh. Saat liburan keluarga, aku teringat dia yang membuatku berani terjun ke kolam renang yang dingin. Saat sekolah, aku teringat dia yang memanduku menghitung untuk matematika dan melipat origami untuk Seni Budaya. Saat melihat rak buku, aku teringat dia yang mengenalkanku pada sastra Islam yang berjejer di rak bukuku sekarang. Saat makan, aku teringat pepes tahu buatannya, yang membuatku minta tambah.
Ah, kehilangan.
Sekarang, ada kosong yang teramat besar setelah kepergiannya.
kakcipa31} berkata
Memang sesuatu yang berarti akan sangat terasa bila kita sudah kehilangan.. maka kita harus menjaga mereka. Definisi kehilangan yang kamu maksud kayak gimana? Kayaknya kakakmu itu baik banget ya π Dia baik banget bangeeet… makasih nasehatnya Syifa π
|
|
Dilihat 24 kali oleh 13 orang, terkini on May 30
Itu siapanya kakak? Maaf … mungkin tante ya? π
Hehe bukan…. Dia mbak yang biasa ngebantu-bantu ibuku… udah deket banget kayak keluarga :’) kayak kakak beneran.
Makasih Yasmin mau blogwalking ke sini :*