Filosofi Ibu tentang Jemari

Filosofi Ibu tentang Jemari

Kembali dapet tugas buat main Photoshop. Sebenernya ber-Photoshop gak ada  di silabus semester ini, tapi guru produktif saya ngasih kami tugas yang nggak sempet beliau kasih tahun lalu. Jadi, ini silabus kelas satu yang tertunda dan baru kami kerjain sekarang.

Tugasnya adalah nge-sketsa jemaribrush. NBrush toolgegambar di Photoshop pake tool brush. Tema yang beliau kasih buat kami adalah: karakter. Gambar karakter di kertas–sketsa pensil–baru setelah itu discan dan diwarnai dengan brush Photoshop. Bisa dibilang digital painting. Selain brush, tool yang saya pake buat nyelesein gambar ini smudge tool.

Setelah sketsa yang saya bikin discan, dan saya warnain di brush Photoshop, akhirnya jadi begini:

Sketsa Oktober

Sebuah tugas yang akhirnya selesai (kali ini tanpa ngaret, biasanya saya ngaret saat ngumpulin tugas) dan sebuah wallpaper untuk laptop akhirnya jadi.

Ide buat tugas ini dateng dari kata-kata Ibu yang berkali-kali beliau ucapkan pada kami, “Kita itu kayak jemari, satu sakit, semua susah.” Dan saya suka membayangkannya. Jumlah anggota keluarga kami tepat 5 orang, seperti jemari tangan. Sepasang orang tua dan tiga anak perempuan.

Ayah saya tempatkan di tengah karena beliau kepala keluarga kami, dan secara fisik emang paling tinggi. Kedua, Ibu ditempatkan disamping Ayah. Saya memilih telunjuk karena memang begitulah peran Ibu; jadi pengarah utama kami. Dan saya berusaha menyesuaikan gambar saya dengan penampilan Ibu yang anggun dan modis. Lalu, Mutiara (adik pertama saya) saya tempatin di jempol, karena dia emang yang paling jempol di antara kami. Paling pinter, paling aktif, paling cantik, paling cerdas, dan paling disukai. Jempol deh. Lalu Diva, si bungsu. Karena dia anak bungsu, maka saya mengumpamakan dia dengan kelingking. Selain itu, sesuai juga dengan sifatnya dia: imut. Dan kata kelingking yang dalam bahasa Inggris ‘pinkie’ menurut saya mengarah juga ke warna favorit Diva, pink. Dan yang terakhir, tentu saja saya. Sebagai jari manis, yah, karena saya emang manis tempat yang tersisa ya tinggal jari manis.

Saya senang sekolah di jurusan ini, dimana tugas-tugasnya bisa jadi sarana curhat dan penuangan ide. Saya cinta kebebasan berekspresi.

Kasih tanggapan dong!

6 pemikiran pada “Filosofi Ibu tentang Jemari”

  1. Benar kata pepatah
    Tentang keluarga
    Kalau Ayah bak nahkoda
    Ibu itu juru mudi

    Tak hanya tepat jumlah
    Yang dua tambah tiga
    Dari bungsu hingga Yunda
    Tapi juga soal filosofi..

    Berekspresi, lewat jemari >-I

    (PS: komen Prita di ‘cadel’ saya tebengin link lagu ya) 🙂

    • Nggak juga kok, belajar di sekolah. Wah, asal tekun mah juga bisa Kak, banyak kok pakar-pakar Photoshop yang otodidak. Tutorial banyak sekarang, insya Allah bisa memudahkan 🙂

  2. kalu telunjuk sakit, semua jari ikutan sakit ya..
    keren adiknya paling jempol jadi dijempol dan kakaknya paling manis eh dijari manis.. lucu juga filosofi jejari ini..

%d blogger menyukai ini: