Dua Windu

Dua Windu

Tuan,

Aku sudah menempuh lebih jauh dari yang kuperkirakan; bertandang di banyak tempat dan mengenal banyak orang.

Sepanjang perjalanan itu, aku mengajak berbincang siapapun yang kutemui supaya perjalananku tidak sepi. Biasanya, aku menceritakan satu rangkai kisah tentang Tuan; tentang betapa Tuan berhasil menyalakan api yang mustahil padam, di sepanjang lapang dan sempit hari-hariku, tentang betapa Tuan selalu aku puja separuh mati. Aku membacakan pada mereka puisi-puisi yang aku tulis untuk Tuan; puisi yang enggan Tuan terima. Aku juga menyampaikan pada mereka mengenai betapa agungnya Tuan, sekaligus betapa jauhnya Tuan hingga jangkauku tidak pernah sampai. 

Ketika aku selesai berkisah, mereka menyahuti dengan kekaguman bertingkat-tingkat, lalu mereka mengungkapkan bahwa mereka merasa iri aku pernah bertemu dan mengenal sosok macam Tuan. Tidak hanya itu, tetapi mereka juga berpesan padaku untuk terus menyampaikan cerita tentang Tuan, sebab rupanya cerita ini mampu mengikis sendu yang mereka rasa.

Terima kasih sudah mewariskan hal-hal yang bisa kusyukuri tanpa kenal hingga, Tuan. Terima kasih sudah jadi kenang yang mustahil basi; sebuah pengecualian manis yang berlaku selamanya.

Kasih tanggapan dong!