Menemui seorang kawan dekat sewaktu SMK dulu, adalah kesempatan yang kuupayakan sejak lama, tapi baru sekarang kami bisa menautkan waktu luang.
Petang beranjak malam ketika aku menunggu kedatangannya. Beberapa menit menunggu, kemudian ada yang memanggil dari belakangku.
“Prita.”
Aku menoleh, dan ia menghampiri dengan merentangkan tangannya, matanya berlinang air. Aku menyambut peluknya, tertawa dan menangis di saat yang sama. Kemudian hal basi yang biasa: pertanyaan tentang kabar dan mau makan dimana.
Aku saat itu bilang aku tidak ingin apa-apa, kecuali obrolan. Akhirnya, kami berbincang: satu jam yang terlalu singkat untuk merangkum tahun-tahun tanpa temu. Melakukan transaksi cerita. Menguar tangis sama-sama. Mendetailkan kesibukan kini. Mendebat keputusan yang diambil satu sama lain, seperti biasa. Bertukar saran. Kemudian saling merangkul dekap, sambil bertanya-tanya kapan lagi kami dapat menautkan waktu luang. Orang ini, sesibuk apapun, tidak pernah lelah menawarkan telinga, hari ini, tujuh tahun lalu, atau kapanpun di antara itu..
Aku, lagi dan lagi, berterimakasih pada semesta sudah menghadirkan Ines.
Maret selalu jadi bulan dimana Semesta meluapkan aneka warna di hari-hari. Tahun ini aku ingin merayakan Maret dengan maraton menulis syukur, satu post tiap hari.