
Dari jendela pesawat, aku memperhatikan lamat pesisir Pariaman.
Sebenarnya, aku tidak terlalu suka pesawat, karena tekanan ketika terbang itu nggak nyaman. Tapi rupanya kalau penerbangannya sendirian, menyenangkan juga. Tidak perlu ngobrol dengan siapapun, bebas memerhatikan sekeliling, dan lebih mudah untuk membuka percakapan dengan orang baru. Kadang aku suka mengobrol, tapi lebih baik dengan orang yang belum pernah kukenal sebelumnya.
Kebetulan aku dapat bangku dekat jendela–lokasi favorit hampir semua orang. Saat lepas landas, aku tiba-tiba merasa pilu. Delapan kali melewati pagi di bawah langit Sumatra Barat, tempat yang membuat jatuh hati bahkan sebelum kudatangi, kemudian aku harus kembali ke Jakarta. Aku masih ingin tinggal, sangat. Kota ini sudah terasa begitu ramah sekaligus begitu rumah.
Tuhan, ini perjalanan pulang atau pergi?
November 2018.