
Sepekan ini, aku membaca ulang tulisan-tulisan lama untuk aku kumpulkan jadi satu bundel. Sebagian menceritakan hari-hari yang membuatku tertawa saat membaca ulang, tetapi sebagian lagi menceritakan luka yang membuatku merasa tidak nyaman tiap mengingatnya.
Aku harus berkepala dingin mengerjakannya, tapi rasanya sulit. Tiap baris luka yang kubaca memanggil memori-memori lebih detail tentang sengatan pedih. Terutama rasa dihantui selama berbulan, bahkan bertahun, setelah peristiwa itu terjadi. Membacanya ulang membuat aku merasa digores ulang di tempat yang sama, membuat pedihnya mengganda.
Aku sudah menghabiskan waktu lama untuk mengabaikan memori-memori macam itu. Aku berhasil, bisa lepas dan abai sama sekali terhadap memori-memori itu. Tapi hari ini, aku mau mencoba memanggil kembali memori-memori itu.
Mulanya aku takut akan ketidaknyamanan yang timbul tiap kali aku mengingat memori itu, takut pula akan muncul aneka emosi yang hanya akan menguras energi, takut pula akan benakku yang bisa terpancing memikirkan hal-hal buruk.
Tapi aku menarik napas panjang, lalu bilang pada diriku sendiri, peristiwa-peristiwa itu sudah lewat jauh di hari lampau yang mustahil datang lagi. Aku harusnya bisa berdamai dengan apapun itu.
Kemudian aku memberanikan diri untuk mengingat ulang, memanggil satu momen sampai semua detailnya membanjiri benak. Mulanya aku merasa terusik, itu sungguh-sungguh memori yang tidak menyenangkan. Aku sudah bisa lupa kemarin, tapi mengingatnya kembali sungguh membuat muram menghambur. Dengan segera, aku mendinginkan kepala.
Aku menenangkan diri sendiri.
Tidak apa. Hari ini keadaanku sudah lebih baik dari kapanpun sebelumnya. Aku bisa mengingat rasa paling kelam yang pernah aku cecap dan tetap merasa baik-baik saja. Kepalaku sudah dingin, Aku tidak bisa diganggu oleh memori macam apapun. Silakan datang kembali, aku sekarang bisa membincangkan trauma paling mengerikan atau kekhawatiran paling sesak, dan aku akan tetap baik-baik saja.